Friday, July 22, 2016

CARA MUDAH BELAJAR ANALISA GAS DARAH

CARA MUDAH BELAJAR ANALISA GAS DARAH!

Analisa Gas Darah (AGD)
Komponen AGD:

1. PH : nilai normal PH ( 7.35-7.45)
- Nilai PH <7.35 disebut Asidosis
- Nilai PH >7.45 disebut Alkalosis
2. PaO2 : nilai normal 80-100 mmHg
- PaO2 <80 disebut hipoksia
3. PaCO2 : nilai normal 35-45 mmHg
4. HCO3 : nilai normal 22-26 meq/l
5. BE (Base Exces) : nilai normal (-2) - (+2) meq/l

Kompensasi :
1. Kaji nilai PaCO2
- Jika nilai PH dan PaCO2 bergerak berlawanan disebut Respiratorik
- Jika nilai PH dan PaCO2 bergerak searah disebut Metabolik
2. Kaji nilai HCO3
- Jika nilai PH dan HCO3 bergerak searah disebut Metabolik
- Jika nilai PH dan HCO3 bergerak berlawanan disebut Respiratorik

Contoh Kasus!

Seorang pasien datang ke IGD sebuah Rumah Sakit dengan keadaan pernapasan sesak, lemah, kesemutan, pusing. TD 157/90 mmHg, HR 100 X/mnt, S 37 derajat celcius, RR 30 X/mnt. Pasien dilakukan pengkajian, pemeriksaan laboratorium, pemberian oksigen dan terapi cairan infus. Dari hasil laboratorium Didapatkan hasil AGD seorang pasien adalah sebagai berikut:

PH : 7.22
PaO2 : 80 mmHg
PaCO2 : 47 mmHg
HCO3 : 2.2 meq/l

Dari hasil AGD diatas maka dapat ditari kesimpulan bahwa pasien tersebut mengalami Asidosis Respiratorik .

Saturday, July 16, 2016

Mengapa obat Ketorolac dan Ranitidin disebut Romeo dan Juliet?

Obat-obatan ini sering sekali aku lihat. Di bagian mana saja, di bagian Bedah Saraf, di bagian Digestiv, di bagian Cardiovaskuler, di UGD bahkan di mana saja. Seolah obat-obatan ini adalah anak emas dari Rumah sakit besar yang berdiri kokoh ini.

Ketorolac dan Ranitidin.

          Di mana ada Ketorolac di situ ada Ranitidin. Mereka umpamanya dua sejoli yang tak pernah terpisahkan, selalu beriringan. Ketorolac adalah rajanya, sementara Ranitidin adalah putrinya. Jika Ketorolac adalah Romeo, maka Ranitidin adalah Juliet.

Ketika pertama kali memasuki bagian Bedah Saraf, aku masih sangat polos, aku menginjeksikan saja pasangan obat ini tanpa banyak bertanya apapun. Lain waktu aku memasuki bagian Digestiv, tempat segala jenis penyakit pencernaan dikumpulkan. Di sana aku temukan lagi pasangan Ketorolac jugaRanitidin.

Aku mulai curiga dengan obat-obatan ambisius ini, mereka telah menempati dua bagian yang cukup banyak didatangi oleh pasien dengan bermacam-macam jenis penyakit. Di bagian lain, teman-teman mengatakan hal yang sama, bahwa Ketorolac dan Ranitidin ada dimana-mana. Di bagian Saraf, di bagian Interna, di bagian Tumor, Urologi, dimana-mana, pasangan romantis itu selalu ada. Maka ketika memasuki bagian Orthopedi, mendapati hal yang sama, aku memberanikan diri bertanya kepada seorang dokter residen.

“Dok, Ketorolac dan Ranitidin obat untuk apa?”

“mengapa mereka selalu berpasangan?”

Sang dokter menatapku tajam.

“Oh, Ketorolac itu analgetik sedangkan Ranitidin penurun asam lambung”

“Oooooh.”

Aku seolah mengerti, padahal tidak.

Setahuku analgetik itu adalah anti nyeri. Obat-obatan dengan efek analgetik mampu menurunkan bahkan meredakan nyeri. Sedangkan penetralisir asam lambung? Mungkin akan mengurangi kadar asam lambung yang bisa membuat lambung terasa perih, juga sensasi terbakar pada ulu hati.

“tapi apa hubungannya analgetik dengan menurunkan asam ambung?”

Aku semakin bingung. Aku berlalu meninggalkan sang dokter dengan setumpuk pertanyaan yang membuatku pening.

***

Lagi, ketika menginjeksikan pasangan setia ini, Ketorolac juga Ranitidin pada seorang pasien dengat fraktur Tibia atau patah tulang kering (betis), lagi-lagi obat ini tersenyum simpul ketika akan memasuki vena sang pasien. Aku menatapnya tajam, berbincang dan bertanya pelan pada mereka.

“Hei, kalian berdua terlalu ambisius”

“Mengapa?”

“Hei, apa kau tidak lihat pada hampir setiap bagian kalian berdua selalu ada?”

“Ah, biasa saja, suntikkan kami pelan-pelan pada vena pasienmu”

“Mengapa harus pelan-pelan?”

“Hei, apa kamu mau memburukkan kondisi pasienmu?”

“Lho??? Bukankah kalian berdua adalah obat penyembuh”

“Ah, dasar perawat pemula, sana browsing di internet”

Aku lesu menghadapi pasangan obat yang angkuh ini.

***

Tidak sabar, maka aku mulai browsing di internet. Kuketik dua pasangan sombong itu, Ketorolac dan Ranitidin. Maka muncullah puluhan artikel tentang mereka, kuklik satu artikel. Aku membacanya perlahan-lahan.

Kesimpulan yang aku tarik dari hasil bacaan itu adalah dua obat-obatan ini memang harus bergandengan. Ketorolac adalah analgesic, seperti yang dikatakan oleh seorang dokter residen pada bagian Orthopedi. Namun efek lain yang muncul ketika pemberian analgesik tanpa disertai penurun asam lambung, pasien akan kesakitan pada daerah perut atas atau bisa juga merasakan sensasi seperti terbakar pada ulu hatinya. Efek samping dari Ketorolac adalah menaikkan asam lambung, maka untuk menurunkan asam lambung, dipilihlah Ranitidin sebagai penurun kadar asam lambung.

Wah, Ranitidin luar biasa!

Aku bertanya lagi pada seorang apoteker lantai 5c di RSUD Koja. Dia adalah orang yang aku kenal sejak pertama kali praktik di koja.

“mba, Ranitidin dan Ketorolac itu obat apa? Kenapa harus disuntikkan pelan-pelan?”

“Oh, mereka memang harus dikombinasikan Em, Ranitidin menekan efek yang ditimbulkan oleh Ketorolac. Harus disuntikkan perlahan-lahan karena obat tersebut cukup pekat, pasienmu nanti bisa pusing dan kesakitan Em”.

“Oh, terimakasih ya mba”

”Ok gul”.

Maka sejak saat itu, aku menghargai dua pasangan obat ini. Jika akan menginjeksikan pada pasien, aku memberitahukan kepada pasien bahwa obat-obat tersebut sedikit nyeri ketika memasuki pembuluh darah. Kuinjeksikan pelan-pelan, sangat menghargai pasien juga menghindari efek yang bisa saja muncul ketika aku tidak sadar terlalu cepat menginjeksikannya.

Monday, June 27, 2016

Polychytemia Vera

Saya pikir semakin banyak jumlah darah dalam tubuh (Hb/Haemoglobin) di tubuh semakin bagus karena kebutuhan oksigen bagi organ tubuh terpenuhi, namun dugaanku salah.. Justru menyebabkan....

Polisitemia vera adalah suatu penyakit karena terlalu banyak sel darah merah yang dibuat oleh tulang sumsum.

Pada polisitemia vera, darah menjadi kental dengan banyaknya sel darah merah. Jumlah sel darah putih dan trombosit kemungkinan bisa meningkat juga. Kelebihan sel darah ini bisa terkumpul di limpa dan menyebabkan limpa menjadi bengkak. Peningkatan jumlah sel darah merah atau trombosit dalam darah dapat menyebabkan pendarahan dan penyumbatan dalam pembuluh darah. Hal itu dapat menyebabkan peningkatan risiko stroke atau serangan jantung. Pada pasian yang berumur lebih darih 65 tahun atau memiliki sejarah penyumbatan penggumpalan darah maka risiko terjadinya stroke atau serangan jantung lebih besar. Pasien juga mempunyai peningkatan risiko terjadinya leukemia mieloid akut (acute myeloid leukemia) atau mielofibrosis primer.

Yang mungkin menjadi gejala polisitemia vera termasuk sakit kepala dan bagian bawah rusuk sebelah kiri terasa penuh.
Polisitemia vera sering tidak menimbulkan gejala awal. Sering kali ditemukan pada saat pemeriksaan darah rutin. Gejala dapat terjadi jika adanya peningkatan jumlah sel darah. Kondisi lain yang dapat menyebabkan gejala yang sama. Periksakan diri ke dokter jika Anda mengalami masalah berikut ini:
– Merasakan tekanan atau rasa kepenuhan pada bagian bawah iga sebelah kiri.
– Sakit kepala.
– Pandangan berbayang atau pandangan menjadi gelap atau ada titik-titik hitam yang kadang ada dan tidak.
– Sekujur tubuh terasa gatal, khususnya setelah mandi air hangat atau air panas.
– Wajah memerah seperti tersipu-sipu atau terbakar matahari.
– Lemah
– Pusing.
– Berat badan menurun tanpa alasan pasti.

Pemeriksaan darah khusus dapat digunakan untuk mendiagnosa penyakit polisitemia vera.
Sebagai pelengkap dari pemeriksaan darah lengkap, aspirasi tulang sumsum dan biopsi, dan analisa sitogenetik, sebuah pemeriksaan serum eritropoietin digunakan untuk mendiagnosa polisitemia vera. Pada pemeriksaan ini sampel darah diperiksa untuk mengetahui tingkat eritropoietinnya (hormon yang menstimulasi pembuatan sel darah merah yang baru).

Wednesday, April 27, 2016

Kamera smartphone deteksi kanker mata, begini caranya!


Kanker mata atau yang lebih sering disebut Retinoblastoma kini bisa diketahui dengan cara yang mudah. Bahkan, hampir semua orang memiliki perangkat yang bisa mendeteksi penyakit yang tergolong mematikan ini.

Ya, ternyata hanya dengan menggunakan flash pada kamera smartphone Anda bisa mengetahui apakah penyakit yang umumnya menyerang anak kecil ini ada atau tidak. Retinoblastoma merupakan penyakit dari golongan kanker mata dan sangat ganas.
Penyakit ini bisa menyebar dengan cepat. 

Namun, jika penyakit ini bisa dideteksi lebih awal tentu tindakan pencegahan bisa dilakukan untuk melakukan pengobatan secara dini.
Kampanye yang dilakukan sebuah lembaga Anti Kanker Mata mendemonstrasikan bagaimana caranya mendeteksi ada atau tidaknya penyakit Retinoblastoma pada anak-anak.

Hanya cukup memfoto poster yang terdapat gambar mata seorang anak Anda, maka akan terlihat bulatan kecil pada pupil mata anak yang terjangkit Retinoblastoma. atau saat anda memotret diri anda atau orang lain dengan menggunakan kamera dan lampu flash dinyalakan, maka hasil jepretan foto tampak ada bulatan kecil pada mata. Demikian seperti dilansir Mirror.co.uk, Rabu (10/12/2014).

Bulatan putih kecil pada pupil mata si anak saat difoto dengan menggunakan flash kamera smartphone mengindikasikan adanya tumor mata pada seseorang.

Retinoblastoma merupakan penyakit yang menjangkiti sekira 40-50 anak-anak di Inggris setiap tahunnya. Penyakit ini menyerang retina seseorang tepat di belakang bola mata. Jika tumor tidak diberikan pengobatan dini, maka akan tumbuh menjadi kanker mata dan menutupi semua bola mata hingga mengakibatkan kebutaan dan berpotensi menyerang otak dan tulang tengkorak.

Dan jika kanker sudah menyebar ke bagian tubuh yang lain, maka pengobatan semakin sulit dilakukan. Jika diketahui sejak dini, pengobatan bisa dilakukan dengan terapi, kemoterapi atau operasi mata.